Kangen
Malam ini kelonan sama Senja malah jadi mendadak mellow. Senja beberapa kali bilang 'malam terakhir' karena Senin-Jumat gw akan nginep di Rawamangun.
Lalu kami pelukan.
"Terasanya berat ya Senj?"
Senja mengangguk. "Kangen sama Ibun," kata dia.
Duh kamu bikin mellow deh ini jadinya.
Lalu gw kasih contoh film di Life of Pi. Kan banyak adegan badai tuh. "Setelah badai, semua terlihat indah, baik-baik saja. Kita sekarang seperti lagi di badai itu. Harus sabar. Nanti pasti berlalu," kata gw.
((( There are times when I want to believe what I say to myself )))
Belakangan Senja emang sangat ekspresif menyampaikan perasaan ke gw. Waktu gw ke Nepal, dia kirim WA: kangen. Trus nangis-nangis juga karena kangen.
Sekarang juga dia sering bilang kangen. Gw senang tentunya dengan perkembangan ini, supaya Senja makin berani mengutarakan perasaan.
Tapi ya tetap aja bikin sedih ini. I wish I have the luxury to be at home all the time, terutama dalam sikon sakit gw seperti ini. But I don't. Jadi ya kita harus maksimalkan apa yang kita punya.
"Mulai minggu depan, harus telfon lebih sering. Kalau aku telfon, trus Ibun lagi rapat, Ibun angkat aja jadi aku tau Ibun lagi ngapain. Abis itu baru ditutup telfonnya."
"Emang apa yang paling kamu kangenin dari Ibun?"
"Ya Ibun. Sama gambar sebelum tidur."
"Kan Dada temenin kamu juga."
"Beda."
Lalu gw bilang ke Senja kalau yang paling bikin gw kangen adalah obrolan jelang tidur. Dia langsung berbalik badan dan siap ngobrol. "Ibun tanya, aku yang jawab."
Jadilah tadi kami berbincang soal guru di sekolah, teman-temannya, kegiatan di Rawamangun, obrolan sama Eyang Titut dll. Setelah puas ngobrol, baru balik badan lagi dan tidur.
Hang in there, son. We will get through this together.
Comments
Post a Comment